Kamis, 22 April 2010

The king of dangdhutsters.....=......Raden Oma Irama

“aku mau bicara soal musik, tentu saja bagi para penggemar musik..
dimana-mana di atas dunia banyak orang bermain musik, bermacam-macam jenis
musik, dari yang pop sampai klasik..,musik yang kami perdengarkan musik yang berirama melayu
siapa suka mari dengarkan, yang tak suka minggir !
bagi pemusik yang anti melayu, boleh benci jangan mengganggu, biarkan kami
mendendangkan lagu, lagu kami lagu melayu..”


Syair di atas adalah sepenggal lirik dari lagu berjudul “Musik” yang diciptakan oleh Oma Irama pada akhir Tahun 1970-an, tampak jelas dari lirik di atas bahwa ketika lagu ini di buat, kala itu musik dangdut dianggap sebagai musik “kampungan” oleh sebagian orang di Indonesia, bahkan mungkin sampai saat ini wacana kampungan dalam dangdut itu masih ada.

Siapakah Oma Irama? Dialah sang aktor intelektual dibalik kesyahduan setiap lagu-lagu yang diciptanya. Pada tahun tujuh puluhan, Oma sudah menjadi penyanyi dan musisi ternama setelah jatuh bangun dalam mendirikan band musik, mulai dari band Gayhand tahun 1963. Tak lama kemudian, ia pindah masuk Orkes Chandra Leka, sampai akhirnya membentuk band sendiri bernama Soneta yang sejak 13 Oktober 1973 mulai berkibar. Bersama grup Soneta yang dipimpinnya, Oma tercatat pernah memperoleh 11 Golden Record dari kaset-kasetnya. Berdasarkan data penjualan kaset, dan jumlah penonton film- film yang dibintanginya, penggemar Oma tidak kurang dari 15 juta atau 10% penduduk Indonesia. Ini catatan sampai pertengahan 1984. "Tak ada jenis kesenian mutakhir yang memiliki lingkup sedemikian luas", tulis majalah TEMPO, 30 Juni 1984. Sementara itu, Oma sendiri bilang, "Saya takut publikasi. Ternyata, saya sudah terseret jauh."

Pada 13 Oktober 1973, Oma mencanangkan semboyan "Voice of Moslem" yang bertujuan menjadi agen pembaharu musik Melayu yang memadukan unsur musik rock dalam musik Melayu serta melakukan improvisasi atas aransemen, syair, lirik, kostum, dan penampilan di atas panggung. Menurut Ahmad Albar, “Oma pionir. Pintar mengawinkan orkes Melayu dengan rock". Tetapi jika kita amati ternyata bukan hanya rock yang dipadu oleh Oma Irama tetapi musik pop, India, dan orkestra juga. Inilah yang menyebabkan setiap lagu Oma memiiki cita rasa yang berbeda.

Kecintaan sekaligus keprihatinannya pada musik Orkes Melayu (akar dari musik dangdut) yang termarginalisasi oleh gelombang musik Rock mendorong Oma Irama membentuk Soneta Group yang beranggotakan delapan personel pada 11 Desember 1970. Soneta berambisi untuk membuat revolusi musik di mana Orkes Melayu bisa berdiri sejajar dengan jenis musik lainnya.

Bersama Soneta Group, Oma sukses merombak citra musik dangdut (orkes melayu), yang tadinya dianggap musik pinggiran menjadi musik yang layak bersaing dengan jenis-jenis musik lainnya. Keseluruhan aspek pertunjukan orkes melayu dirombaknya, mulai dari penggunaan instrumen akustik yang digantinya dengan alat musik elektronik modern, pengeras suara TOA 100 Watt yang diganti dengan sound system stereo berkapasitas 100.000 Watt, pencahayaan dengan petromaks atau lampu pompa digantinya dengan lighting system dengan puluhan ribu Watt, begitu juga dengan koreografi serta penampilan yang lebih energic dan dinamis di atas panggung. Kesuksesannya bersama Soneta untuk merevolusi orkes melayu menjadi dangdut itulah yang menyebabkan seorang sosiolog Jepang, Mr. Tanaka, menyatakan Oma sebagai “Founder of Dangdut”.

Nama dangdut sendiri yang tadinya merupakan cemoohan atas musik orkes melayu berdasarkan suara gendangnya, justru diorbitkan Oma Irama pada tahun 1974 dengan menjadikannya sebagai sebuah lagu: Dangdut (yang kini lebih populer dengan nama Terajana). Bersama Soneta Group, Oma mewakili musik dangdut dalam konser perdamaian di Istora Senayan, berbagi panggung dengan Ahmad Albar dan God Bless sebagai representatif musik rock. Konser tersebut berhasil mendamaikan perseteruan yang selama itu terjadi antara kubu musik dangdut dan musik rock.

Pada tahun 1992 juga, Oma mendapatkan pengakuan dari dunia musik Amerika, saat majalah Entertainment edisi Februari tahun tersebut mencantumkannya sebagai “Indonesian Rocker”. Album berisikan lagu Oma mendapat ulasan sebagai alunan musik yang seolah datang dari planet lain, dan mendapatkan predikat A+ yang sangat istimewa. Dalam cerita dibalik setiap lagu-lagunya, tidaklah melulu berteriak dari kanan ( kaidah agama ) yang dikumandangkan, melainkan pula banyak lagu Oma Irama yang berteriak dari kiri ( sosial atau kebijakan-kebijakan pemerintah ), sehingga Oma sering berseberangan dengan pemerintah, dan dianggapnya kurang sesuai dengan kaidah agama, seperti legalisasi Porkas dan SDSB. Lagu-lagu seperti “Pemilu” dan “Hak Asasi” (1977), “Sumbangan” dan “Judi” (1980), serta “Indonesia” (1982) sarat kritik dan sentilan, sehingga dia sempat diinterogasi pihak militer di era Orde Baru, dan dicekal tampil di TVRI selama 11 tahun lamanya.

Pada 16 November 2007, Oma menerima penghargaan sebagai ‘The South East Asia Superstar Legend’ di Singapura. Mengakhiri tahun 2007 yang lalu, Oma menerima Lifetime Achievement Award pada penyelenggaran perdana Anugrah Musik Indonesia (AMI) Dangdut Awards, yang akan dilangsungkan di Theater Tanah Airku, Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta, pada 23 Desember 2007. Nama Oma sendiri akan diabadikan sebagai nama piala untuk 6 kategori permainan instrumen musik Dangdut. Oma telah menciptakan lebih dari 500 lagu Dangdut, dan dia juga memperoleh predikat pencipta lagu Dangdut terlaris.

Bagi para penyanyi dangdut lagu Oma mewakili semua suasana ada nuansa agama, cinta remaja, cinta kepada orang tua, kepada bangsa, kritik sosial, dan lain-lain. "Mustahil mengadakan panggung dangdut tanpa menampilkan lagu Bang Oma, karena semua menyukai lagu Oma," begitu tanggapan beberapa penyanyi dangdut dalam suatu acara TV. Oma juga sukses di dunia film, setidaknya secara komersial. Data PT Perfin menyebutkan, hampir semua film Oma selalu laku. Bahkan sebelum sebuah film selesai diproses, orang sudah membelinya. Satria Bergitar, misalnya. Film yang dibuat dengan biaya Rp 750 juta ini, ketika belum rampung sudah memperoleh pialang Rp 400 juta. Tetapi, "Oma tidak pernah makan dari uang film. Ia hidup dari uang kaset," kata Benny Muharam, kakak Oma, yang jadi produser PT Oma Film. Hasil film disumbangkan untuk, antara lain, masjid, yatim piatu, kegiatan remaja, dan perbaikan kampung.

Oma tidak hanya mencurahkan perhatiannya pada dakwah dan syiar, tapi dia juga peduli dengan nasib sesama musisi, terutama mereka yang berkecimpung dalam dunia Dangdut. Dia mendirikan PAMMI (Persatuan Artis Musik Melayu Dangdut Indonesia) dan menjabat sebagai Ketua Umumnya. Dia juga memimpin pendirian AHDCI (Asosiasi Hak Cipta Musik Dangdut Indonesia) untuk memperjuangkan hak atas pembagian royalti yang lebih baik untuk para pencipta musik Dangdut.

Kepedulian Sang Raja Dangdut akan masalah dan bencana yang menimpa saudara-saudara sebangsanya juga sangat tinggi. Oma bersama PAMMI aktif dalam menggalang dana untuk membantu korban gempa dan tsunami di Aceh. Secara pribadi, Oma menyumbangkan gitarnya untuk dilelang, dan laku terjual seharga Rp 150 juta, yang kira-kira setara dengan beras 10 truk.


Amerika boleh punya King of Rock ataupun King of Pop, Indonesia punya Raja Dangdut Oma Irama !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar